Banyak dari kita tanpa sadar membuat penjara mental untuk dirinya sendiri, sulit menyadari potensi-potensi diri sendiri, dan lebih percaya pada apa yang orang lain katakan tentang kita.
Ketika kita dikatakan, ‘bodoh', maka kita mudah menjawab, dengan mengatakan, "ya memang itu bukan bidang saya", ketika orang mengatakan, kamu tidak cocok menangani kerjaan ini, maka dengan mudah hati kita mengatakan, ‘ya, memang kerjaan ini terlalu sulit untuk saya"
Begitu juga ketika, orang mengatakan : penyakit anda sulit disembuhkann.!, maka pikiran kita langsung mengatakan : memang benar, hidup saya tidak ada harapan lagi.
Saya sebagai orang Indonesia juga sadar, bahwa kebanyakan orang kita umumnya mudah menyerah, pasrah menerima nasib, seolah nasib kita di tentukan oleh lingkungan dan kita sendiri tidak mempunyai tanggung jawab kepada perjuangan hidup kita sendiri, dan kita tidak mau memberontak terhadap apa kata orang, atas apa kata keadaan.
Sudah saatnya kita memerdekakan diri dari belenggu yang kita buat sendiri, yaitu perasaan pesimis dan mudah menyerah, kita tahu kemerdekaan ini adalah jembatan emas, yaitu peluang emas untuk kita mampu menjadi sukses, dan tidak diam dalam penyerahan keputus-asaan.!
Dalam lingkup kerja, jika ada permasalahan, kecenderungan pertama adalah: "bukan bidang saya". Masalahnya, semua bagian departemen menganggap "itu bukan bidang saya". Akhirnya tidak ada yang mengambil tindakan apa-apa. Maka terjadi lingkaran kronis problem tentang siapa yang bertanggang jawab.
Jangan Menyerah
Nancy Mattews Edison (1810-1871) mengatakan: Selalu ada 1001 alasan untuk menyerah, namun orang yang berhasil adalah orang yang tidak memutuskan untuk menyerah. Dia selalu bisa menemukan sebuah alasan untuk tidak menyerah.!
Semua orang akan ingat dan kenal Thomas Alfa Edison yang mempengaruhi sejarah dengan banyak penemuannya, 1.093 paten penemuan atas namanya telah tercipta. Tetapi siapakan dibalik kisah sukses bocah tuli yang bodoh ini, sampai, diminta keluar dari sekolah, akhirnya bisa menjadi seorang genius.? Itulah berkat kegigihan sang bunda Nancy Mattews Edison, ibu yang tidak pernah putus asa, , ibu yang dengan gigih mengajar anaknya sampai mampu membaca dan menulis, ibu yang bersedia kerja keras untuk membangun pribadi dan kepercayaan diri anaknya. ibu yang tidak pernah menyerah dengan keadaaan.! Disinilah letak ‘berani ambil tanggung jawab' maka dengan demikian ibu yang mempunya anak ‘bermasalah' ini, berani memerdekaan dirinya dari belenggu masalahnya, berani menanggung apa yang harus dia lakukan terhadap apa yang terjadi pada hidup dirinya dan anaknya.
Penyakit dalam diri yang merusak, adalah perasaan tidak puas diri, jika tidak puas diri kita tanggulangi dengan perjuangan positif, itu bisa dikasih acungan jempol, tapi jika perasaan tidak puas diri kita perjuangkan secara negatif, kita akan menerima sanksinya sendiri, sebaagi contoh rasa tidak puas diri dengan keadaan diri sendiri, Kita iri melihat orang lain lebih cantik, lebih popular, lebih sukses dalam banyak hal disbanding diri kita, maka dengan serta merta kita berjuang dengan merusak citra diri orang tersebut, berjuang dengan banyak intri ‘kotor'. Dengan demikian kita akan menunggu saatnya, semua orang berbalik membenci kita, dan memuji orang yang membuat kita iri, karena hokum tak tertulis alam semesta, apa yang kita tabor itu yang kita dapat, kita menabur perkataan kotor, kita akan mendapatkan kembali, kita menanbur kebencian, kita akan emperoleh kembali apa yang kita sebarkan sebagai bibit aksi dan reaksi lingkungan.
Tidak ada penyakit lain yang lebih berbahaya dari rasa bangga diri, bangga atas apa yang kita miliki, bangga atas apa yang kita dapat, dan bangga dengan nasib kita, tapi kebanggaan ini versi diri sendiri,.! maka rasa bangga diri yang semu membuat seseorang menajdi budak nafsu ambisinya sendiri. kita selalu hidup mengejar nafsu. Sesungguhnya semua itu adalah fatamorgana. semu.
Nafsu berkuasa atas nasib orang, nafsu untuk merusak orang lain, siang malam merenda apa yang harus dilakukan untuk mengalahkan orang lain, tidurpun tidak nyenyak jika belum puas membuat rusak orang lain, supaya kita terlihat paling ‘bagus', akhirnya nafsu menguasai diri kita, sehingga meruntuhkan kehidupan kita pribadi, sementara orang yang jadi target diinjak untuk jadi papan jungkit mendongkrak citra kita, hidup tenang-tenang saja, mereka tidak merasakan apapun dari ambisi nafsu orang yang bertujuan menjatuhkannya, jadi yang kita kejar lama-lama menjadi hampa. Oleh karena itu. kita harus mengkoreksi diri sendiri dari penyakit-penyakit Ego tersebut
Orang yang sadar sudah membuang penyakit ego, sudah memulai hidup dengan banyak berpikir untuk membahagiakan orang lain, minimal sudah membagikan senyum manis yang penuh optimis untuk orang disekitarnya, dan sudah sadar untuk berbuat demi orang lain, tanpa bertanya, apa untungnya untuk diri sendiri. Secara sadar kita ikhlas berbuat untuk kepentingan orang banyak. Dengan demikian kita tidak lagi hidup dengan Ego pribadi, namun biarkan Jiwa menuntun hidup kita untuk merasa bahagia, dengan bagaimana melayani orang-orang lain.
Jiwa yang sehat, sadar secara spiritual
Spiritual seseorang tumbuh dengan baik, karena adanya pengalaman hidup, yang benar-benar melebur diri dengan apa yang namanya arti hidup. Pengalaman hidup, sangatlah penting untuk dijadikan refleksi dari kehidupan itu sendiri. Bukan berarti kita selalu menengok pada masa lalu, Tetapi kita tetap memfokuskan padangan pada masa depan, tetapi melihat masa lalu untuk pembelajaran. Hal yang sudah terjadi di masa lalu tidak bisa direvisi, tetapi masa depan bisa direncanakan untuk menjadi lebih baik, dengan belajar dari kesalahan di masa lalu.
Pada umumnya, kata spiritual selalu dikaitkan dengan keimanan / kepatuhan seseorang, dalam hal keagamaan yang berkaitan dengan ritual keagamaan itu sendiri. Padahal spiritual dan ritual adalah dua hal yang berbeda, dan sangat terpisah penerapan dan kegunaannya untuk kesehatan jiwa kita.
Spiritual, bisa dikatakan sebagai refleksi hidup, yang erat dengan keterbukaan, bersifat mudah menerima, sabar, terbuka dengan wawasan baru, dan sadar bahwa yang dalam hidup ini lebih besar yang belum kita jalankan, bahkan lebih banyak yang belum kita ketahui, daripada yang kita pikirkan.
Umumnya di masyarakat, banyak yang terjebak dalam tidak bisanya membedakan antara Ritual dan Spiritual, maka terjadilah hal-hal yang menyesatkan bahkan pertikaian antar agama, banyak disebabkan karena kesehatan jiwa teracuni oleh ketidak pahamnya untuk bertoleransi pada ritual-ritual masing-masing kepercayaan.
Spiritual sifatnya universal, tidak terbatas, terkotak-kotak. Tapi ritual indentik dengan keyakinan dan kebiasaan masing-masing orang, yang dalam hal ini sebagai salah satu contoh ritual keagamaan. Maka kerancuan terjadi, banyak orang selalu menkaitkan orang yang melakukan ritual keagamaan tertentu dengan rajin dan patuh adalah orang yang spiritualnya tinggi. Padahal itu belum tentu.
Nah disinilah letak perbedaan, bahwa spiritual seseorang bisa menyehatkan jiwanya, walaupun dia tidak melakukan ritual-ritual, jika dia mampu merefleksikan spiritualnya dalam bentuk perbuatannya, yang mendatangkan kedamaian/ keharmonisan jiwanya dan lingkungannya. Sedangkan ritual-ritual belum tentu mampu mendatangkan kedamaian/ keharmonisan jiwanya sendiri dan lingkungannya jika tidak adanya refleksi spiritual dalam hidup.
"Niat Batin" lebih kuat dari keinginan otak (yang dipikir) maka orang yang berkutat dengan ego mau menang terus, umumnya orang yang belum mengerti arti ‘melebur' hidup pada kehidupan itu sendiri. Dia perlu kekuatan yang dalam hal ini, berbentuk pelepasan intrik-intrik membangun citra diri semu, dengan keliaran ambisi, bahwa dia harus tetap jadi pemeang, orang lain hanya pecundang yang malang.! Sungguh kasihan jiwa-jiwa yang terbelenggu dengan penjara mental yang diciptakan sendiri dan untuk dipakaikan pada dirinya sendiri
Senin, 04 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar